Restu
“Kenapa kau masih di sini?” Aku menunduk, enggan menatap wajahnya. Kupandangi padang ilalang yang mulai menguning di depan sana. Embusan angin senja mulai terasa menusuk kulit-dingin. Kulipat kedua tangan dan menyilangkannya di dada. “Apa kau benar-benar ingin sendiri?” tanya laki-laki bertubuh tinggi dengan garis memesona, terlebih jambang tipis yang mempertegas ketampanannya. Laki-laki yang telah mengisi cerita hidupku selama dua tahun. “Bukan hanya sendiri, aku ingin kau pergi dari hidupku!” urat leherku menegang. Ada rasa benci yang masih hinggap di dada, namun ada rasa cinta yang tak mungkin bisa kupungkiri. Cinta yang selama ini telah terpatri. “Apa kau yakin dengan ucapanmu?” “Tentu!” tegasku. Tiba-tiba laki-laki itu menarik lenganku. Merengkuh tubuhku dalam pelukan eratnya. Aku berusaha melepaskan tubuhku darinya. Tapi, dia semakin erat memelukku, hingga aku dapat merasakan detak jantungnya yang berdegup kencang. Nafasnya memburu, sedangkan manik matanya masih m...