Pertemuan kedua








"Sejak kapan kau tinggal di Jogja?" tanya Rendy. Ujung matanya melirik ke arah gadis yang sedang menatap keindahan Candi Borobudur di pagi hari.

"Empat belas tahun yang lalu, tepatnya saat dulu kau pergi meninggalkanku." Zara masih sibuk dengan camera digitalnya.

"Aku ...." Rendy menatap Zara yang saat itu masih berusaha menghindari tatapannya.

"Kau masih mau menyangkal? Kau pergi bersama wanita lain disaat pertunangan kita akan dilaksanakan sepekan lagi. Kau jahat Rendy!" Suara Zara meninggi, urat lehernya menegang. Pikirannya melayang jauh pada bayangan kelam saat laki-laki yang ada di hadapannya pergi begitu saja dengan wanitanya.

"Maafkan aku." Rendy menunduk.

"Maaf? Bahkan saat ini aku tak peduli dengan permohonan maafmu Ren!" Zara melangkahkan kakinya, melihat-lihat deretan arca di dinding candi. Arca yang menjadi peninggalan sejarah.

"Apa kau sudah tidak mencintaiku lagi Zara?" Rendy berusaha mengiringi langkah Zara, dan terus berusaha meyakinkan wanita yang dulu pernah mengisi hidupnya.

"Sekarang kau tanyakan rasa cintaku? Kau mengigau?"

"Apa aku tidak berhak mencintaimu lagi?"

Zara masih terdiam dengan langkah kaki yang masih menyusuri setiap sudut candi borobudur yang menyimpan sejuta pesona baginya. Rasa cintanya pada Rendy telah sirna saat dia tahu bahwa laki-laki itu menikah dengan wanita pilihannya. Entah apa karena begitu besarnya rasa benci yang telah tergores di hatinya, hingga gadis itu merasa geli mendengar kata cinta yang diucapkan Rendy.

"Dengar! Cintaku hanya untuk laki-laki yang bisa menghargai dan mempertahankan sebuah hubungan."

"Beri aku kesempatan untuk menebus semua salahku." Rendy masih berusaha meyakinkan Zara.

Zara masih tak bergeming. Dia mengambil ponselnya dari saku celana. Sesekali senyumnya tersungging di sudut bibir yang memerah. Meninggalkan jejak lesung pipit di pipinya. Sedangkan jarinya sibuk mengetik sebuah pesan.

"Kumohon Zara beri kesempatan untukku memperbaiki hubungan kita lagi. Aku sudah bercerai dengan istriku. Aku tahu, ternyata dia bukan wanita yang baik."

Zara melirik ke arah Rendy. Sebenarnya gadis ini ingin sekali tertawa. Dia geli dengan semua pengakuan cowok yang kini terlihat sangat lemah dan tak berdaya di hadapannya. Tapi, Zara memilih diam. Dia hanya mampu berkata dalam hatinya. 'Sesali saja hidup lo Ren'.

Zara melambaikan tangan pada laki-laki yang kini berjalan menghampirinya. Laki-laki tampan, bertubuh tinggi. Wajahnya putih dengan rambut pirang kecokelatan.

"Kenalkan Ren, di suamiku," ucap Zara pada Rendy.

Rendy terdiam sesaat. Hatinya perih. Tangannya berat menerima jabatan tangan dari Bree, laki-laki yang mengenalkan dirinya sebagai suami dari wanita yang masih dia cintai.

"Maaf kita harus pergi," ucap Zara pada Rendy.

Zara membalikan badan dan berlalu meninggalkan Rendy yang masih terpaku. Tangan Bree menggandeng lengan Zara. Senyum Bree mengembang, saat gadis yang ada di sampingnya membisikan sesuatu. Ramainya lalu lalang pengunjung Candi Borobudur menambahkan rasa ceria pada hati Zara dan Bree. Berbeda dengan Rendy, yang merasakan hatinya panas seketika. Detak jantungnya berdegup sangat kencang. Sedangkan batinnya masih menghakimi dirinya sendiri yang begitu bodoh telah meninggalkan Zara.

#30DWC
#Day27
#ODO
Foto : pinterest.com

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Semangkuk Ramen

RINDU NOVEMBER

Bagai Hujan di Padang Tandus