Terselimuti Salju

Sumber: www. Pinterst.com


Shirley masih menyusuri kota Andrean bersama Dion. Kota yang saat ini benar-benar kosong. Sunyi tanpa penghuni. Mata gadis itu masih menyisakan air mata kerinduan. Dia sudah menyusuri semua rumah dan toko kueh milik ibunya, tapi semua kosong.

Begitu pula dengan laki-laki bertubuh tinggi dan rambut berwarna cokelat, hatinya sama perihnya untuk menerima kenyataan bahwa kota yang dia tinggali selama ini bersama keluarganya benar-benar menjadi kota mati. Pikirannya melayang jauh ke langit, ibarat sebuah layang-layang yang terbang tak beraturan mengikuti arah angin. Tapi kali ini bukan berbicara tentang sebuah permainan yang memang dia sukai. Berbagai pertanyaan dari teka-teki menghilangnya semua penghuni kota Andrean itulah misteri yang harus dia pecahkan bersama temannya, Shirley.

Bangunan lima lantai bercat merah, tampak begitu dingin. Sekolah dimana Shirley dan Dion belajar.  Shirley memperhatikan lamat-lamat sebuah gedung yang berdiri di sudut ruang kelasnya. Gedung itu adalah gedung laboratorium. Tepat di lantai lima gedung laboratorium ada sebuah ruangan yang penuh berisi benda-benda aneh. Fikiran Shirley berkelana pada kejadian beberapa bulan, saat dia tidak sengaja memasuki ruangan itu. Tapi bukan hanya itu yang saat ini Shirley fikirkan. Ada yang aneh dengan gedung laboratorium itu. Gedung itu berwarna putih, beku seolah terselimuti salju.

“Dion, lihat itu!” Shirley mengacungkan telunjuknya tepat ke arah gedung laboratorium.
Dion memperhatikan dengan seksama. “Ada yang aneh, tapi apa?” Dion mengangkat bahunya.

“Gedung kelas lain bercat merah, seperti biasanya. Tak ada yang aneh. Tapi, perhatikan gedung laboratorium itu.” Shirley kembali menunjuk. 

“Gedung itu tertutup salju.”

“Kau benar, padahal saat ini bukanlah musim salju. Itu kuncinya. Aku yakin dari sanalah kita akan menemukan sebuah jawaban dari misteri ini.”
Dion meraih tangan gadis berambut pirang, dan mengajaknya berlari.

“Mau kemana Dion?”

“Kita harus masuk ke gedung laboratorium. Aku yakin disanalah semua ini berawal.”

Dion terus menarik lengan Shirley dan berlari menuju ke gedung laboratorium. Nafas Shirley terengah-engah, serta masih menahan sakit yang masih tersisa di kakinya. Luka yang diakibatkan oleh pertengkaran kecil antara dirinya dengan Dion, saat dia berada di dalam hutan.





Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Semangkuk Ramen

RINDU NOVEMBER

Bagai Hujan di Padang Tandus