MICO


Lagi-lagi senja selalu mampu memikatku. Rona keemasan berpencar di langit barat. Meninggalkan pesona yang tak akan pernah pudar. Seperti cintaku yang masih setia menemanimu.

Secangkir kopi yang kuseduh dengan penuh cinta telah kupersembahkan untukmu. Dia menatapku, senyumnya terukir indah.
"Terimakasih sayang," ucapmu masih menyisakan senyum di bibir.

"Minum dulu Bi." Aku duduk tepat di sampingnya. Perlahan menarik nafas dan masih memperhatikan rona di matanya yang sedikit sendu.

"Abi kenapa? Apa ada masalah?" tanyaku mencari tahu.

"Nggak papa Mi," jawabnya tanpa ekspresi. Disesapnya kopi yang sejak tadi memandangi kita di meja.

Dia masih terdiam. Aku tahu, pasti ada masalah yang sedang dipikirkannya. Sikapnya selalu seperti itu. Setiap saat ada masalah dia selalu menutup rapat masalah itu, tak mau berbagi. Padahal seandainya dia tahu, aku selalu siap mendengar cerita dan keluh kesahnya. Tapi, sudahlah aku tak pernah bisa memaksa.

"Umi ...." teriak Sovi dari dalam rumah mengagetkan.

Aku beranjak, dan segera berlari menghampiri gadis kecil berumur lima tahun. Sovi menangis. Gadis kecil berambut kerli berhambur memelukku. Kuraih dan kembali memeluknya, mengusap-usap punggung kecil dengan lembut. Sejenak memandangnya dan merapihkan rambut yang sebagian menutupi wajahnya.

"Ada apa sayang? Kenapa menangis?"

"Umi aku mau Mico. Ayo mi cari Mico," rengek Sovi dalam pelukanku.

"Sovi ayo kita cari Mico." Sovi di gendong abinya. Diajak berkeliling halaman rumah.

Aku mengikuti langkah laki-laki yang saat ini menggendong gadis cilik cantik. Aku tahu dia selalu punya cara sendiri untuk mendiamkan tangis Sovi. Gadis itu lupa, kalau Mico, kucing kesayangannya sudah mati. Kenangan sicoklat Mico begitu melekat diingatannya, hingga Sovi belum bisa melupan kucing kesayangannya.

***
#30DWC
#Day15
#ODOp

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Semangkuk Ramen

RINDU NOVEMBER

Bagai Hujan di Padang Tandus