SAKSI CINTA


 Aku masih terpegun di bangku tua ini. Sendiri menatap hamparan air yang beriar jernih di hadapanku. Di depan sana kulihat sepasang merpati bercumbu mesra.

“Aaaah …, mereka selalu sukses membuatku iri,” desisku kesal.

Ya, mereka tak pernah terlihat sedih atau murung. Setiap aku duduk dibangku ini, mereka selalu bersama. Mungkin juga mereka saat ini sedang mentertawakan kebodohanku, kehancuranku dan kesedihanku. Atau semua itu hanya pikiranku saja? Entahlah! Sedangkan aku tak tahu apa yang mereka katakana. Karena aku hanya manusia biasa, mana mungkin aku bisa mengetahui percakapan sepasang merpati.

“Konyol!” ucapku memaki diri sendiri, seraya memegangi kepala yang rasanya semakin berat oleh masalah yang selalu datang menghampiri.

Kali ini aku beranjak, meninggalkan bangku tua di depan danau. Semakin lama aku duduk di situ, maka pikiranku semakin tak waras. Karena disanalah, semua kenangan tentang Jimy selalu menari-nari indah dalam ingatanku. Dan itu artinya hatiku semakin terluka. Perih!

Jimy kali ini kau menang. Setelah sukses menghancurkan kepercayaanku, kini kau sukses membuatku menangis. Kau mengucapkan perpisahan saat aku ingin mengatakan bahwa, orang tuaku telah merestui hubungan kita.

“Brengsek Kau Jimy! Aku benci Kamu!” Teriakku dengan langkah semakin cepat meninggalkan danau.

“Nay tunggu!” terdengar teriakan yang sedang berlari menghampiriku.

Aku segera mencari sumber suara itu. Ternyata suara itu adalah suara yang tak asing bagiku. Sosok laki-laki bertubuh tinggi tegap dengan senyum yang selalu membawa pesona ketampanan. Manik mata cokelat yang semakin menyempurnakan parasnya yang membingkai indah. Kini dia hadir di sini, di depanku. Entah apa yang ingin aku ucapkan. Apakah aku harus bahagia? Atau aku harus pura-pura membencinya, karena dia telah membuatku bersedih.

“Nay …, tunggu sayang,” ucapnya dengan tatapan elang. Napasnya naik turun karena lelah teralh berlari.

“Jimy? Kenapa kau ada di sini?” tanyaku sedikit acuh.

“Maafkan aku sayang. Tapi, aku mohon kau jangan marah padaku.” Jimy mulai meraih jemari Nay, berusaha meyakinkan setiap ucapan yang keluar dari mulutnya.

“Bagaima rencana kuliahmu di luar kota?” tanyaku masih dengan nada yang sama. Datar.

“Aku batalkan. Aku akan melanjutkan S2ku di sini, bersamamu.” Jimy terus meyakinkanku.

"Apa kau yakin?" tanyaku penasaran.

“Jika kau mau, aku akan melanjutkan S2ku setelah aku menikah denganmu.” Senyum Jimy menyeringai. Garis diantara kedua sudut bibirnya melengkung indah hingga membentuk cekungan di kedua pipinya.

“Bebenarkah? Apa yang barusan kau katakana Jimy?” tanyaku tak percaya.

“Ya aku akan segera menikahimu.”

Dan kali ini aku tak mampu berucap apapun lagi. Wajahku langsung merona. Bunga-bunga seolah bermekaran dalam hatiku. Aku menunduk malu. Ingin rasanya aku ucapkan, Jimy sungguh aku sangat mau jadi istrimu. Tapi, aku malu. Dan kali ini biarlah sepasang merpati tadi menjadi saksi kebahagianku. Disaksikan juga danau hijau yang indah penuh pesona. Tempat yang menyimpan berjuta kenangan tentang kita. Ya tentang aku dan kau.

***
Tantangan ODOP

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Semangkuk Ramen

RINDU NOVEMBER

Bagai Hujan di Padang Tandus