Momy

Aku masih menatap isi rumah yang sangat berantakan. Setiap hari selalu saja aku temui sederet rutinitas yang memaksaku untuk terus move on dari hal-hal yang berbau santai atau jalan-jalan. Tidak seperti dulu waktu masih single, setiap libur selalu kugunakan untuk berpetualang. Berwisata, nonton, ngemall, pengajian bareng teman-teman atau sekedar berenang.

Ya aku harus melupakan hal itu, tanggung jawabku saat ini adalah mengurus rumah tangga kecilku. Kupaksa tubuh ini untuk bangkit dari kasur, rasa pening masih menjalar di kepala. Cuaca dingin dan musim hujan sedikit menggoda kesehatanku. Mungkin hanya kelelahan atau juga masuk angin.

"Mi ayo ikut nggak," tariak Erni, tetanggaku seraya melambaikan tangan dari dalam mobil.

Aaah aku tahu, dia hanya ingin memanasi hatiku yang sedang baper. Baper karena menghabiskan waktu liburan di rumaj saja. Erni mau menghabiskan waktu liburnya untuk piknik ke luar kota.
Aku menarik napasku. Badan ini terasa masih lemas. Mata yang sayu kupaksa harus menatap kekacauan yang terjadi di dalam rumah.

Bak cucian sudah penuh dengan tumpukan pakaian kotor, sedangkan cucian yang kemaren saja belum kering, hanya meninggalkan bau tak sedap. Disudut ruang tengah telah menggunung baju yang sudah melambai-lambai ingin disetrika. Maaf aku masih mengabaikan kalian. Kulanjutkan langkah ini menuju dapur, ternyata tumpukan piring kotor sudah berserakan. Nasi hangat belum tersaji, apalagi lauknya. Rasanya kali ini aku harus menahan laparku hingga waktu makan siang.

Perlahan aku mulai merapihkan dapur dengan sisa tenaga yang tersisa. Tiba-tiba teriakan Azki terdengar lantang dari ruang TV.
"Umiii ..., sini Mi." Azki kembali menangis.

"Ada apa sayang?" tanyaku sedikit menenangkan tangisnya.

"Azki mau ditemani main," jawabnya.

Aku hanya bisa mengehela napas yang seolah berat. Dan mencoba berbicara kepadanya. "Azki sayang, Azki main dikamar sebentar ya, umi mau masak dulu buat mamam Azki."

Azki mengangguk tanda setuju. Kutumpahkan semua keranjang mainannya agar sikecil merasa puas bermain sendiri. Aku kembali bergegas ke dapur. Mencolokan nasi di resquqer. Sambil menunggu nasi matang, aku meraih sayuran dan beberapa telur untuk lauk. Tangan ini dengan lincahnya memotong sayuran dan mulai memasaknya. Tak butuh waktu lama, sekitar tiga puluh menit semua sudah matang.

"Mi ayo sini, aku mau jajan," rengek sikecil disertai tangis.

"Makan aj ya sayang, dari tadi pagi kan belum makan," rayuku seraya menggendong Sikecil, membujuknya untuk makan.

"Nggak mau umi, aku mau jalan-jalan aja." Azki kembali mengajukan permintaan.

"Nanti ya sama abi, sebentar lagi abi juga pulang dari kebun," jawabku dengan tenaga yang masih lemah.

Azki kali ini histeris. Dia membanting semua mainannya, sehingga kamar terlihat seperti kapal pecah. Dia mengamuk dengan tangis yang semakin kencang. Berulang kali mencoba mendiamkan tangisnya namun, belum kunjung diam. Akhirnya kuputuskan mengajaknya berkeliling kampung mengendarai motor. Mengitari area persawahan, berhenti sejenak di tepi sungai, melihat air yang beriak ditengah terik siang hari.

Azki mulai lelah. Dia tertidur. Dan aku kembali kerumah, menidurkan sikecil yang sangat luar biasa melatih kesabaranku sebagai seorang ibu. Ibu yang harus tetap strong walau sedang sakit. Menjaga dan bertanggung jawab atas segala kekacauan yang ada di dalam rumah.

Komentar

  1. Sabar ..jadi IBU dan istri harus sabar ya..

    BalasHapus
  2. masuknya genre apa ya? mngkn mainstream romance ya?

    tapi asyik bacanya keren (y)

    mampir ke sini ya: www.locustaviridis.com

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Semangkuk Ramen

RINDU NOVEMBER

Bagai Hujan di Padang Tandus