Cinta di Batas Waktu

Seperti biasa setiap purnama penuh Syam selalu setia menanti wanitanya. Dia masih duduk menunggu di tepian danau. Ada desiran kuat di hatinya, yang tiba-tiba semakin terasa tak menentu. Panas dan berubah menjadi dingin. Jantungnya berdegup hingga terasa aliran darah mengalir lebih deras.

Kemeja salur biru dilapisi jaket warna cream yang lembut, membuat tampilannya terlihat cool. Rambutnya klimis, serta aroma parfum yang melekat di tubuhnya membuat Syam terlihat lebih muda dari usianya. Syamsudin nama panjang laki-laki berkaca mata minus, yang kini masih setia menanti kehadiran permaisuri hatinya.

Malam semakin larut. Angin berembus begitu kencang, saat jarum jam di tangan Syam menunjukan pukul 23.50. Syam makin tak sabar menunggu wanitanya. Dia beranjak dari batu besar tempat dia duduk. Perlahan dia langkahkan kakinya menuju danau. Dekat dan semakin dekat.

Cahaya berwarna biru keemasan terpancar dari tengah danau. Sebuah benda terapung dengan cahaya yang masih menyilaukan semakin mendekati Syam. Dentingan piano seolah terdengar dari dalam benda memgapung tadi, mengiringi lajunya menghampiri Syam.

Semyum indah menyimpul di ujung bibir laki-laki yang kini sedang berdiri menatap benda yang berbentuk seperti kerang raksasa. Napasnya berpacu dengan irama detak jantung yang semakin keras berdegup.

Tepat pukul 00.00 kerang berwana kuning keemasan menepi di sisi danau, tepat dihadapan Syam. Dari kerang itu munculan sosok wanita cantik. Wajahnya putih bersih, bibirnya merah, hidungnya mancung. Rambut panjang sepinggul tergerai indah dengan beberapa hiasan jepit rambut berwarna keemasan mengkilap.

Sosok itu turun dari kerang, berjalan menghampiri Syam.

"Syam, kau pasti sudah lama menungguku," ucap wanita itu lembut.

"Tak perlu kau hiraukan itu, karena setiap saat aku akan setia menunggumu kekasihku," seru Syam. Tanganya menyambut jemari lentik wanitanya, dan mengajaknya duduk di bebatuan besar di tepi danau.

"Syam apa yang kau bawa untukku?" tanya wanita itu manja. Tangannya mulai memegang bahu Syam, dan sedikit sentuhan lembut membuat hati Syam semakin berdesir tak menentu.

"Aku hanya membawa hatiku duhai wiwit kekasih hatiku," ucap Syam merayu.

"Hati? Untuk apa hatimu? Aku tak makan hati manusia." Wiwit mulai mengibaskan rambut panjangnya. Bibirnya mengerucut. Kedua tangannya disilangkan di dada. Dia beranjak melangkah meninggalkan Syam yang masih duduk.

"Sabar dulu sayang. Tentu aku bawakan sejuta cinta untukmu," ujar Syam mengahampiri Wiwit.

"Sayang mungkin purnama berikutnya kita tak bisa bertemu," ucap Wiwit datar, nada suaranya mulai sendu.

"Kenapa?"

"Mungkin ini pertemuan kita untuk yang terakhir." Wiwit terdiam sesaat. Suaranya terasa berat. Dia mulai meneteskan air mata. "Ayahku sudah menjodohkan aku dengan pangeran danau. Sebagai seorang peri danau, aku tak bisa menolak lamaran pangeran itu. Jika aku menolak mungkin kehidupan di bawah danau tidak akan berlangsung damai untuk selamanya." Wiwit kembali terdiam, mencerna semua perkataan yang baru saja dia ucapkan. Sedih, hingga air mata mengalir semakin deras.

"Wit, apa cintaku tak cukup membuktikan bahwa aku sangat menyayangimu?" Syam berusaha meraih tangan Wiwit.

"Tapi dunia kita berbeda Syam! Untuk selamanya kita tidak akan pernah bisa bersatu."

"Kalau begitu izinkan aku hidup di alammu," seru Syam kesal.

"Bagaimana caranya?"

"Mungkin dengan menyelam ke dasar danau ini. Ya! Itu cara yang tepat bukan?" Nada suara Syam makin meninggi.

Wiwit menampar pipi Syam. Hatinya berat. Panas.
"Bodoh! Kamu pikir kalau kamu masuk ke dalam danau itu, kamu bisa hidup bersamaku? Tidak Syam! Tudak semudah yang kau pikirkan," Wiwit berusaha menarik lengan Syam dan menghentikan langkahnya yang semkain mendekat ke arah danau.

"Aku mencintamu, aku ingin hidup denganmu untuk selamanya." Syam menatap Wiwit. Dibelainya wajah lembut nan ayu. Jemarinya semakin bergetar saat Syam menyentuh ujung sudut mata Wiwit yang masih menyisakan air mata.

"Syam jika kau mencintaiku maka ikhlaskan aku kembali menata hidupku sebagai peri. Aku akan menjaga keharmonisan kehidupan di alam bawah danau. Dan kau akan kembali hidup normal layaknya manusia yang lain."

"Tapi aku tak akan mampu sayangku," ucap Syam sedih.


"Kau pasti bisa Syam. Kau akan menemukan cinta sejatimu kelak."

"Cinta sejatimku adalah kamu," Syam masih berusa meyakinkan Wiwit agar dia bisa hidup bersamanya.

"Syam waktuku sudah habis. Aku harus pergi." Wiwit mencoba melepaskan genggaman Syam.

Angin semakin kencang berembus. Kerang raksasa sudah membunyikan alarm peringatan, bahwa waktu pertemuan pemiliknya sudah selesai. Wiwit masih berusaha melepaskan genggaman tangan Syam yang semakin kuat. Wiwit berlari meninggalkan Syam, menjauh dan mulai masuk ke dalam kerang. Wiwit tak mampu membalikan pandangannya. Dia menunduk meresapi kesedihan yang membelenggu jiwanya. Larut dalam kesedihan yang semakin menyiksa hatinya.

Begitu pula dengan Syam. Syam masih berdiri mematung menatap kepergian kekasihnya. Kekasih yang tak mungkin dia miliki. Kekasih yang meninggalkannya tanpa sebua pilihan. Lara. Meratapi kisah cinta beda dunia.

***
Selesai
#Tantangan ODOP genre romance fantasy




Komentar

  1. Sama mbak, kapan lalu ak juga kepikiran pakai nama kerennya mas wakhid yaitu syamsudin jadi Sam (dalam bhs. Inggris di baca sem) 😅

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya kepikiran nama Syam ok juga, ya sudahlah aku pakai saja.

      Hapus
  2. Jadi ingat kisah Jaka Tarub - Nawang Wulan.
    Cinta beda dunia.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mas heru jadi jaka tarubnya, dan siapakah yang akan jadi nawang wulannya?

      Hapus
  3. Weleh-weleh....
    Ada-ada saja ni anak! Hm... periku kabur!

    Eh, ini mirip cerpenku berjudul Dongeng Bidadari Subuh. Salah satu dari 20 judul cerpenku di kumcer Senyuman Bidadari. Bener, deh. Nggak percaya? Belilah...

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Semangkuk Ramen

RINDU NOVEMBER

Bagai Hujan di Padang Tandus