DESTINASI CINTA part 8

Dengan langkah cepat Shifa kembali menuju meja dimana Candra sudah menunggu.

"Maaf Pak, saya tinggal lama." Shifa mengatur napasnya dan mulai duduk di kursi, tepat menghadap Candra. Tanggannya merapihkan jilbab yang terasa miring.

"Iya Bu, tak apa-apa." Semyumnya mengukir indah di sudut bibir.

"Bapak pesan dua cup ice cream untuk siapa?"

"Untuk Bu, Shifa satu," tutur Candra. "Apa Ibu suka varian mangga?"

"Tadi sebelum Pak Candra datang, saya sudah habiskan satu cup besar varian kiwi. Saya bisa gemuk nih Pak, kalau terus-terusan makan Ice cream." tawa Shifa terukir, gurat di kelopak matanya tertarik hingga membingkai cantik di wajahnya.

"Oh benarkah? Tapi reziki tak boleh ditolak loh bu," ucap Candra kembali.

"Iya Pak. Untuk ice cream saya tidak akan nolak. Ini juga yang membuat Abang saya membuka Shifali. Biar saya puas makan ice cream."

"Oh jadi Shifali ini punya abang, Bu Shifa ya?"

Shifa mengangguk. Tanggannya mulai menyendok ice cream bertoping mangga da fla mangga yang meleleh. Sejenak mereka saling terdiam. Fokus pada makanan yang ada di depan masing-masing.

"Sebenarnya apa yang ingin Bu Shifa tanyakan tentang saya?" ucap Candra membuka kembali percakapan.

"Mmmmm, kemaren saya melihat Bapak di toko buku, kalau boleh tahu untuk siapa Kitab Al-Quran dan Shirah nabawi yang Bapak beli kemaren?"

"Oooh itu. Untuk saya bu."

"Bukankah Bapak seorang nasrani? Maaf saya harap Bapak tidak tersinggung dengan pertanyaan saya," ucapnya kembali. Matanya terus memperhatikan raut wajah Candra.

"Tentu tidak Bu, sudah lama sebenarnya saya belajar tentang Islam. Entah kenapa semakin hari hati saya semakin penasaran tentang Islam dan kitabnya."

"Banarkah?"

"Ayah saya seorang nasrani, sedangkan ibu seorang muslim. Namun semenjak ibu menikah dengan Ayah dia masuk kristen. Tapi entah apa yang ibu alami. Hatinya selalu sedih. Dia selalu menangis setiap melihat gambar kabah di TV. Ayah saya meninggal sepuluh tahun yang lalu. Setelah kepergian ayah, ibu kembali menjadi muslim. Saya sebagai anaknya sempat membenci ibu. Tapi entahlah, beberapa bulan ini, ayah selalu hadir dalam mimpi saya. Dia bilang "Jangan benci ibumu Nak". Saya bimbang, saya mulai memaafkan ibu. Saya berusaha mengerti perasaannya. Ternyata ibu ingin sekali pergi umroh.

Selepas sholat subuh, ibu mengaji. Suaranya begitu indah, dan entah kenapa saya sangat tertarik dengan ayat-ayat yang dibaca ibu. Ada getaran yang mengebu-gebu di hatiku, ketika mendengar lantunan ayat Al-Quran. Dari situ saya sering mendengarkan ibu mengaji. Walau saya masih gengsi, dan ibu selama ini belum tahu kalau saya selalu memperhatikan gerak-geriknya setiap sholat."


"Subhanallah, mungkinkan cahaya hidayah mulai menghampiri Pak Candra," ucap Shifa menyela cerita Candra.

Candra masih terdiam beberapa saat. Dan segera melanjutkam ceritanya.

"Semakin hari, saya semakin menyayangi ibu. Mata saya basah setiap mendengar doa-doa yang ibu panjatkan setelah sholat. Hatinya begitu lembut, dia selalu mendokaan saya. Berharap saya menemukan petunjuk dan jalan yang lurus. Ibu sama sekali tidak menyuruh saya untuk mengikuti agamanya, namun hati saya yang merasa tertarik untuk mengikuti agama ibu.

Saya mulai mengumpulkan buku-buku tentang ajaran Islam, hingga pada akhiranya saya tertarik untuk mengetahui isi Al-Quran. Dan saat ini hati saya yakin bahwa saya ingin menjadi mualaf." Cerita Candra pada Shifa.

"Alhamdulillah, Allahu Akbar." Mata Shifa berkaca-kaca mendengar semua cerita Candra.

"Menurut Ibu saya harus bagaimana?"

"Pupuk keyakinan Bapak, berterus teranglah pada ibu Bapak, mohon restunya."

"Baik bu, tapi apa boleh saya bertanya-tanya tentang Islam, lebih banyak lagi pada Bu Shifa. Kebetukan Bu shifa 'kan guru PAI."

"Tentu saja Pak. Kapan saja bapak mau bertanya, insyaallah saya akan membantu." Shifa menuliskan no Hp pada selembar kertas. " Bapak bisa sms saya, kalau ada yang ingin di tanyakan." Shifa menyerahkan lembaran kertas kepada Candra.

"Terimakasih Bu."

" Sam-sama."

Keduanya kembali menikmati ice cream yang mulai cair di mangkuknya.
Menikmati waktu siang di shifali, sebelum ahirnya Candra pamit untuk pulang.


Shifa kembali menemui Ali, yang sejak tadi memperhatikannya dari kejauhan. Semua cerita tentang Candra di ceritakan kembali pada abangnya. Shifa tak ingin abangnya salah paham, apalagi dia telah berjanji tujuan pertemuannya dengan Candra siang ini.

***

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Semangkuk Ramen

RINDU NOVEMBER

Bagai Hujan di Padang Tandus