DESTINASI CINTA part 5

“Tolong, tolong, tolong …,” teriak Shifa sekuat tenaga. Tubuhnya berontak dari genggaman Si botak yang semakin erat mengunci tangan Shifa.

Puluhan kali Shifa berteriak meminta tolong, namun belum ada satu pun orang yang menolongnya. Jalanan masih sangat sunyi, sedangkan hujan semakin deras mengguyur. Si gondrong mengeluarkan pisau lipat dari saku celana. Mata Shifa membulat penuh. Detak jantungnya semakin kencang, urat lehernya menegang.

“Hah cantik! Diam kau!” Bentak Si gondrong seraya menodongkan pisau ke arah Shifa.

“Oooh sayang, kau cantik sekali. Kulit lehermu saja putih dan mulus, apalagi tubuhmu. Hahaha.” Si botak terus menggoda Shifa. Wajah mesumnya terlukis menjijikan. Deretan geliginya menyeringai. Matanya melotot menatap wajah Shifa yang terus berusaha berontak.

“Buuuugh.” Shifa terjatuh, karena dorongan Si botak, dan berusaha mencium bibir Shifa.

Seketika Shifa meludahi wajah Si botak. Si botak semakin panas dan merasa tertantang dengan perlawanan Shifa.

“Bangsat! Kau coba melawan cantik.”

Si gondrong semakin memanas. Tanpa peduli teriakan Shifa, Si gondrong langsung menyobek rok Shifa dengan pisau lipatnya. Sedangkan Si botak memegang erat kedua lengan Shifa. Shifa tak mampu lagi memberi perlawanan, tenaganya semakin habis. Hanya bisa berteriak tolong dengan sisa suara yang semakin parau.

Sinar lampu sen motor menyilaukan mata Shifa. Gadis itu segera berteriak meminta pertolongan, saat ada pengendara motor yang melintas. Pria berjaket hitam langsung turun dari motornya dan langsung menendang punggung Si botak, saat dirinya hendak menggeramangi tubuh Shifa. Si botak jatuh tertelungkup. Disusul Si gondrong memberi perlawanan. Mereka berkelahi.

Shifa punya kesempatan untuk berlari, dan mencoba untuk berlari menjauh dari perkelahian mereka. Namun sialnya Si botak langsung memukul tengkuk Shifa, hingga gadis itu jatuh tak sadarkan diri. Perkelahian semakin sengit. Pria berjaket hitam berhasil mengalahkan bandit-bandit busuk. Dan segera menelphone keluarga Shifa, memberi kabar tentang keadaan Shifa.

*

Perlahan Shifa membuka mata. Rasa pening dan ngilu di sekujur tubuh, membuat Shifa susah bergerak. Dipandanginya tiga sosok berwajah pilu yang berada di hadapannya. Tetesan bening dari kelopak matanya berdesak, mengalir membasahi pipi. Tangisnya semakin keras. Rasa takut masih membayangi dirinya.

Seketika ibunya memeluk tubuh Shifa. Tangis keduanya pecah. Disusul ayah dan Ali memeluk tubuh Shifa. Wajah Ali sangat sendu, dia tak mampu menyembunyikan kesedihan. Air mata pun mengalir dari wajah laki-laki tampan berkulit putih.

“Abang …, maafin Shifa, karena tak bisa memberi kado di hari ulang tahun Abang.”

“Udah Dek, jangan kamu pikirkan, yang penting saat ini, kamu selamat. Lain kali Abang, tak akan mengizinkan kamu pergi sendirian. Abang khawatir,” ucap Ali, seraya mengelus-elus kepala Shifa.

“Ayah, siapa yang menolongku?”

“Teman mengajarmu, Candra kristian.”

“Benarkah? Tolong sampaikan terimakasih Shifa padanya.”

“Tentu, lebih baik sekarang kamu tidur ya,” seru ayahnya.

Shifa melirik jam dinding di kamarnya. Waktu menunjukkan pukul dua dini hari. Hatinya masih sangat pilu. Rasa Shock, takut yang mendalam bercampur menjadi satu. Gurat kesedihan masih terlukis di wajah ayunya yang pucat pasi. Ibu, Ayah dan Ali terus berusaha menghiburnya. Memberi rasa nyaman pada gadis yang sangat mereka sayangi. Hingga Shifa pun terlelap dalam pelukan ibunya.

Sedangkan Ali yang sejak tadi menyaksikan kesedihan adiknya merasa dihantui rasa bersalah. Rasa gagal menjaga adik yang sangat ia sayangi. Hatinya panas, dendam pada preman-preman bejat yang hampir saja merenggut kesucian gadis kesayangannya. Hingga dia bertekad untuk selalu menjaga dan melindungi Shifa.


***

Sudah terasa ketegangganya belum ya?
Ditunggu ya kelanjutannya

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Semangkuk Ramen

RINDU NOVEMBER

Bagai Hujan di Padang Tandus