DEDTINASI CINTA PART 3

Satu jam berlalu ketika Shifa sedang melepas kerinduan dengan beberapa murid ngajinya di sore yang indah. Bercerita tentang kisah teladan para sahabat Nabi di bawah pohon mangga yang sedang berbuah di samping rumah. Sebagai pelipur kerinduan karena telah lama tak berjumpa dengan adik-adik kecil yang manis dan lucu. Saat mereka menikmati asiknya duduk-duduk di atas rumput hias di altar rumah, tiba-tiba Maiza datang mengejutkan.

“Assalamualaikum Shifa,” ucap Maiza yang memarkirkan motornya di halaman rumah Shifa.

“Waalaikumsalam,” Jawab Shifa dan adik-adik murid ngajinya.

Maiza langsung menghampiri Shifa dan memeluk erat gadis berjilbab hijau.

“Gimana kabarmu? Aku rindu banget sama celotehmu Fa,” seru Maiza yang masih menggenggam erat tangan Shifa, seolah telah lama sekali dia tak bertemu dengan Shifa.

“Kabarku baik.”

Shifa tersenyum bahagia. Dan terpaksa dia mengakhiri kebersamaan dengan murid-murid kecilnya yang manis.

Shifa mengajak Maiza ke teras rumah. Jus strawbery dan beberapa toples kue Strawbery dihidangkan untuk jadi teman ngobrol. Sedikit oleh-oleh yang dibawa Shifa dari bandung. Maiza tersenyum bahagia, karena memang dirinya sangat menyukai starbery. Tanpa basa-basi Maiza langsung menyeruput jus strawberry yang terlihat sangat menggoda lidahnya.

“oh iya Fa, beberapa hari yang lalu aku bertemu dengan kak Miftah. Dia mencarimu. Kemaren dia menemuiku dan memberikan titipan untukmu.” Maiz menyerahkan bungkusan kado berwana biru pada Shifa.

Shifa ragu untuk menerimanya.
“Ambillah ini untukmu,” ucap Maiza.
Perlahan Shifa menerima bungkusan berwana biru dengan hiasan pita yang indah. Hatinya mulai gelisah. Sempat tidak percaya bahwa Si alim memberikan kado untuknya. Shifa menerka-nerka apa isi kado itu. Hatinya semakin gelisah, namun gurat bahagia yang mengukir indah di bibirnya.

Hari menjelang mahgrib, Maiza pun pamit pulang. Shifa segera masuk menuju kamar.  Bungkusan kado berwarna biru masih dipegangnya. Perlahan Shifa mulai melepas pita yang menempel di kado dan segera membuka isi kado. Ternyata isinya buku “Muslimahku Kau lebih indah dari Punama” karya Miftah Alfahrizi. Sesaat mata Shifa berkaca-kaca, ada debaran yang muncul di hatinya.

“Subhanallah ternyata dia juga penulis,” ucap Shifa lirih seraya menatap sampul buku bergambar wanita muslimah.

Ternyata ada sebuah amplop berwana pink yang menempel di buku bagian belakang. Shifa yang masih takjub pada buku karya Miftah, semakin penasaran dengan isi dalam amplop pink itu. Baru saja Shifa hendak menyobek amplop, suara azan mahgrib berkumandang.

“Shifa turun, ayo kita sholat berjamaah,” teriak Ali dari lantai bawah.

Shifa pun segera meletakan amplop itu, dan segera bergegas turun untuk sholat berjamaah. Semua khusuk dalam ibadah. Untaian doa di panjatkan. Shifa dan Ali mengambil mushaf masing-masing, dan tilawah dengan penghayatan. Lantunan ayat-ayat suci terdengar begitu merdu. Syahdu dalam untaian nikmat penuh syukur.

Shifa segera naik ke lantai atas dan masuk ke kamar. Di ambilnya amplop warna pink dan segera mengambil isi surat dalam amplop itu.

Assalamualaikum warahmatullahi wa barakatuh
Kusampaikan salam manis untukmu muslimahku. Salam yang terindah dari bidadari surga. Salam yang tak akan pernah pudar walau jarak memisahkan kita.
Bismillahirohmanirrohim ….
Kutuliskan surat ini dengan sepenuhnya kesadaranku, di penghujung sepertiga malam yang syahdu. Dengan keyakinanku seusai istikharohku.
Muslimahku …, mungkin ini tak pantas menurut penilaianmu. Namun, aku pun tak tahu bagaimana mengungkapkannya kepadamu. Seandainya waktu mengizinkan kita bertemu, maka surat ini pun tak akan pernah sampai ke padamu.
Dik Shifa ini ungkapan perasaanku yang bergejolak, yang kusadari belum pernah kualami sebelumnya.Mungkinkah ini cinta, yang dikatakan para pujangga dalam ribuan syair-syairnya. Namun aku pun tak berani mempermainkan rasa ini. Biarlah kubawa semua ini hingga nanti aku berada di Hindustan. Sampai aku kembali lagi ke Indonesia untuk meminangmu, menjadikanmu yang halal bagiku. Menjadikanmu bidadari dunia dan surgaku. Insya Allah jika memang kau dan aku ditakdirkan untuk bersama.
Alhamdulillah, aku mendapatkan beasiswa untuk menyelesaikan S2 di india. Dik, tak ada sedikitpun keinginanku untuk menyakitimu atau bahkan membuatmu sedih. Jika memang kau merasakan, apa yang aku rasakan, maka percayalah, aku akan segera kembali untuk menjadikanmu pendamping hidupku. Insya Allah tepat setelah kau menyelesaikan S1.
Namun, jika tak sedikit pun kau mengharapkanku, maka cukuplah bagiku mengenalmu dan menghormatimu sebagai sahabat dakwahku. Aku menghormatimu dan sangat menghargaimu sebagai muslimah, hingga tak sedikitpun niatku untuk menggoreskan luka di hatimu. Kau tak perlu menungguku hingga aku kembali. Seandainya kau bukan jodohku karena pilihanmu jatuh pada orang lain, maka aku pun ikhlas. Karena aku sadar Allah lebih tahu mana yang terbaik untuk hamba-Nya.
Pagi ini keberangkatanku untuk memulai belajar di india. Mungkin saat kau baca surat ini, aku sudah sampai di india. Hanya ada kata maaf dalam perpisahan sementara ini. Semangatlah engkau dalam belajar. Kan ku kenang engkau dalam ingatanku selalu. Sekali lagi maafkan aku atas kelancangan diriku mengungkapkan semua isi hati ini.
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarrakatuh.

Tak terasa air mata berlinang membasahi pipi Shifa. Napasnya sesak dan tubuhnya terasa lemas.

“Kak Miftah, andai kau tahu aku pun memendam rasa yang sama kepadamu,” ucap Shifa. Penyesalan seolah datang mengampirinya. “Insyaallah Kak aku akan menunggumu,” Serunya kembali seraya memeluk buku hadiah dari Miftah.


Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Semangkuk Ramen

RINDU NOVEMBER

Bagai Hujan di Padang Tandus