DANAU TOBA

Petani itu sangat rajin bekerja di ladang. Dari dahinya menetes peluh, serta keringat yang merembas di bajunya menandakan ia sangat letih. Petani yang tinggal di Sumatera ini, hidup sebatang kara. Untuk memenehi kebutuhan hidupnya setiap hari, selain berkebun dia pun mencari ikan di sungai.

Nasibnya sedang beruntung, baru saja dia melemparkan kail, umpannya langsung disambar ikan. Laki-laki itu sangat senang, karena ikan yang di dapat kali ini berukuran besar. Dia bersyukur dalam hati, senyumnya menghias wajah. Beberapa saat dia memandangi ikan itu, tertarik dengan warnanya yang sangat cantik.

“Tolong ..., Aku jangan dimakan Pak! Biarkan Aku hidup,” teriak ikan.

Petani itu sangat terkejut. Seketika dia melemparkan ikan ke dalam sungai. Jantungnya berdegup sangat kencang. Wajahnya sangat panik, ada rasa takut yang menyelinap dalam dirinya. Jari-jarinya gemetar, dan bibirnya sulit berucap seperti melihat hantu di siang hari.

“Jangan takut Pak, Aku tidak akan menyakitimu,” Ucap Ikan. Seketika berubah menjadi seorang wanita yang sangat cantik.

“Sssi ...,siapa Kamu? Bukankah Kamu seekor ikan?” tanya Pak tani heran. Wajahnya berubah pias.

“Sebenarnya, aku adalah seorang Putri yang dikutuk karena melanggar peraturan kerajaan. Dan Engkau telah menyelamatkanku dari kutukan ini. Sebagai ucapan terimakasihku padamu, Aku bersedia Kau jadikan istri.” Sang putri mencoba meyakinkan petani paruh baya itu.

Akhirnya petani dan sang putri menikah. Mereka hidup bahagia, dan di karuniai seorang putra yang sangat tampan bernama ‘Toba’. Namun istrinya meminta, agar suaminya berjanji untuk tidak pernah membuka asal usul istrinya.

Toba tumbuh menjadi anak yang sehat. Namun ada kebiasaan yang aneh dari Toba. Toba selalu merasakan lapar dan tidak pernah merasa kenyang. Semua jatah makanan di rumah, selalu di lahapnya tanpa sisa. Hingga suatu hari Toba di suruh ibunya mengantarkan makanan untuk ayahnya di ladang. Namun sesampainya di tengah perjalanan, bekal makanan untuk ayahnya di makan hingga tak bersisa.

Ayahnya yang sudah lelah dan lapar marah, karena Toba tak kunjung datang. Dia pun memutuskan untuk pulang. Di pertengahan jalan, dia melihat Toba tertidur di gubuk dengan rantang makanan yang sudah tak berisi.

“Anak tidak tahu diuntung! Tak tahu diri! Dasar anak ikan!” umpat ayah Toba penuh amarah.

Tiba-tiba langit berubah gelap, petir dan kilat menggelegar. Hujan turun begitu derasnya, diiringi angin yang berembus kencang. Seketika banjir datang. Semua warga berlarian menuju atas bukit. Toba dan ibunya tiba-tiba lenyap. Dan tanah bekas pijakan Toba berubah menjadi danau, yang semakin  luas dan airnya sangat deras.

Petani itu berhasil menyelamatkan diri dari terjangan air yang melenyapkan seluruh kampungnya. Laki-laki itu masih berdiri di atas bukit seraya menatap ke danau. Hatinya pilu, dia menyesal atas umpatan yang telah dia ucapkan.

Kini dia kembali hidup sendiri. Setiap hari petani itu selalu datang ke danau, dia berteriak memanggil istri dan anaknya. Terkadang dia mulai berbicara sendiri dengan ikan-ikan yang ada di danau. Dia berharap salah satu ikan itu adalah istri dan anaknya. Selama satu tahun petani itu merasakan penyesalan yang sangat menyiksa batinnya. Hingga dia pun menjadi gila. Rasa kehilangan istri dan anak yang sangat dia cintai, membuat akal sehatnya hilang.

Hingga di penghujung senja yang mendung. Laki-laki itu pun menenggelamkan dirinya ke dalam danau. Dia berharap bisa bertemu dan berkumpul dengan anak dan istrinya.

***
Tantangan ODOP minggu ke 3
Tulis cerita rakyat atau dongeng, dan ubah endingnya dengan imaginasi masing-masing.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Semangkuk Ramen

RINDU NOVEMBER

Bagai Hujan di Padang Tandus