Ada Cinta di Secangkir Kopi


Secangkir Espresso sudah di pesan Diandra. Biasanya dia selalu memesan Daily Brew atau Caramel Latte. Diandra masih sibuk menatap layar monitor, jemarinya masih asik menari-nari di atas keyboard. Mukanya tampak kusam, sesekali dia terlihat menggigit bibir bawahnya dan memangku dagu. Tak lama kemudian dia menutup laptopnya dan mulai beralih memainkan layar handphonenya.

Suasana kafe malam itu tampak lengang, alunan melodi terdengar sangat merdu di tengah lampu-lampu yang tamaram. Kemal sang barista sekaligus pemilik kafe, sibuk meracik kopi untuk Diandra.
“Ini Nona,” Kemal memberikan secangkir kopi pada Diandra. “Sudah tiga cangkir untuk malam ini, mau nambah berapa cangkir lagi?” tanya Kemal menggoda Diandra yang mukanya masih terlihat masam.
“Aah ..., entahlah, mungkin dua atau tiga cangkir lagi," jawab Diandra sedikit acuh.

Kemal duduk di samping Diandra, gadis yang sudah sangat dekat dengannya. Mereka dulunya satu kampus, bahkan Kemal pernah jatuh cinta pada gadis pecinta kopi ini. Namun Diandra tidak pernah menerima cinta Kemal. Diandra lebih memilih pengusaha batu bara bernama Gilang.

“Kamu ada masalah?” Tanya Kemal serius menatap gadis yang masih melipat bibirnya.
“Ya, masalah yang sangat rumit.”
“Ayo, kita keluar!" ajak kemal.
“Lalu cafemu?” tanya Andra sembari menghabiskan kopinya.
“Kan ada karyawanku cantik.”

Diandra tersenyum menyeringai mendengar godaan Kemal. Kemal yang sejak tadi mengulurkan tanganya berharap disambut oleh Diandra. Diandra yang biasanya selalu bersikap acuh dan cuek, namun kini mau menerima gandengan Kemal. Kemal tersenyum lebar, melangkahkan kaki menuju Parkiran.

Jalanan kota Jakarta malam ini sedikit lengang. Kemal melaju mobilnya pelan. Diandra masih diam membisu, menyaksikan lampu-lampu jalan dan keramaian kota. Tak sedikitpun Diandra berucap, bahkan saat Kemal bertanya padanya, Diandra tak menjawabnya. Hati Diandra masih sedih, dia hanya memendamnya dengan perasaan cemas. Ingin Rasanya berbagi cerita pada laki-laki yang kini duduk disampingnya, namun dia merasa malu dan memilih diam.

“Diandra, kenapa?”
“Berhenti di depan sana Kemal,” Suaranya Parau menahan tangis.
Kemal mencari tempat yang aman untuk parkir dan segera menghentikan laju mobilnya. Diandra masih menunduk, air mata mulai mengalir membasahi pipinya.
“Kamu kenapa?” tanya Kemal, tanganya mencengkram bahu Diandra. Wajahnya menatap Diandra, guratan kecemasan terlukis di kening Kemal.
Diandra tiba-tiba memeluk Kemal dengan Erat. Tangisnya pecah dan linangan air mata mengalir deras. Kemal diam sesaat menerima pelukan Diandra yang spontan. Diandra masih tersedu di pundak Kemal. Kemal membelai kepala Diandra dan mencoba menenangkan hatinya.

“Ceritalah,” Ucap Kemal.
“Gilang calon suamiku ternyata dia sudah mempunyai dua istri.”
“Benarkah? Kenapa kau baru tahu sekarang?”
“Itulah bodohnya aku. Aku terlalu percaya padanya, hingga aku tak pernah ingin tahu asal usul dia lebih jauh. Dan yang lebih parahnya semua istrinya hanya dinikahi siri.” Tutur Diandra dengan nada emosi.
“Lalu?” tanya kemal, terus mendengarkan cerita Diandra.
“Aku sudah memutuskanya dan membatalkan rencana pernikahanku. Tapi, aku malu dengan teman-temanku.”
“Sudahlah lupakan semua masalahmu, seharusnya kamu bersyukur karena kau mengetahui ini semua sebelum semuanya terlambat.”
“Ya, benar katamu, untuk apa aku menangisinya.”
“Jika ada cowok yang setia dan baik hati di sampingmu, untuk apa kau menangisi om-om dengan dua istri,” Ucap Kemal, tawanya pecah dengan kerlingan mata yang menggoda.
Diandra tersenyum lebar mendengar ucapan Kemal, wajahnya kini mulai terlihat lebih tegar.
“Sekarang aku antar kamu pulang ya, sudah malam.”
Diandra hanya mengiyakan ucapan Kemal. Kemal pun mulai melajukan mobilnya. Diputarnya musik jazz yang menentramkan suasana. Sesekali Kemal menatap Diandra dengan sebuah senyuman. Jauh di dalam hatinya kemal masih menyimpan sebuah rasa. Rasa Cinta yang tak akan pernah pudar. Bahkan awal mulanya Kemal membuka kafe kopi karena ingin membuktikan rasa cintanya pada Diandra pada saat itu.
***

Diandra duduk sendiri menyaksikan ramainya lalu lalang orang di car free day. Kelopak matanya berkeliling menyaksikan keramaian pagi itu. Di putar memorinya tentang Gilang yang biasanya selalu menemaninya joging di pagi minggu. Menemaninya belanja atau sekedar makan siang. Gilang yang saat ini sudah balik ke Kalimantan sudah tak ada kabar. Diandra mendadak pusing dan sedih saat teringat lagi pada sosok Gilang.
“Diandra, kau di sini?” sapa Kemal menghampiri. Kemal duduk di samping Diandra.
“Kemal ..., akhirnya kita bertemu lagi.” Diandra tersenyum kecut pada kemal.
“Kalaupun Aku tak bertemu denganmu sekarang, nanti sore Kau yang akan datang ke kafe untuk menemuiku,” sahut Kemal dengan nada ringan.
“Untuk apa?”
“oh ya, bagaimana kabarmu? Sudah move on?”
“Entahlah.” Diandra menundukan pandang, wajahnya terlihat pasi dengan gurat sedih yang masih bergelayut di kelopak matanya.
“Seandainya saja Kau mau membuka hatimu untukku,” ucap Kemal.
“Maksudmu?” Diandra menatap Kemal penuh tanya.
“Bukankah kau tahu selama ini aku masih menyimpan rasa kepadamu. Rasa yang sejak dulu tidak pernah  kuhapus dari hatiku.”
“Kemal, kenapa kau katakana itu.”
“Aku hanya ingin kau tahu bahwa aku masih mencintaimu.”

Keduanya terdiam sesaat, hatinya masing-masing berkelana pada masa di mana mereka masih duduk di bangku kuliah. Diandra sejak dulu hanya menganggap kemal sebagai sahabat, tidak lebih dari itu. Namun persahabatan yang mereka jalin sejak lama menumbuhkan rasa cinta pada hati Kemal. Diandra adalah wanita yang sempurna menurut Kemal. Wanita yang mampu mengisi kekosongan hatinya. Wanita yang asik di ajak berbicara bahkan bekerja sama. Wanita yang cerdas dan supel.

“Kemal maafkan aku. Aku tak bisa menerima cintamu. Mengubah persahabatan ini menjadi sepasang kekasih. Aku hanya takut suatu saat aku berpisah denganmu dan persahabatan ini pun putus karena rasa cinta.”
“Tidak apa-apa, aku akan selalu menunggu cintamu. Tidak perlu kau membalas cintaku. Bukankah cinta tak harus memiliki.” Kemal tersenyum, menatap Diandra. Hatinya lega mendengar keputusan Diandra. Walau jauh di dalam lubuk hatinya dia sedih karena tak bisa memiliki wanita yang sangat dia cintai. Namun kemal tetap tersenyum. Sudah cukup persahabatan ini, baginya. Dia bisa memiliki Diandra sampai kapanpun dengan status persahabatnnya.
Diandra menggemgam tangan kemal. Mengajaknya berlari menghabiskan waktu liburnya. Sebuah senyum indah terukir di bibir keduanya. Senyum persahabatan, Senyum yang penuh cinta dan kasih sayang seorang sahabat.

***

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Semangkuk Ramen

RINDU NOVEMBER

Bagai Hujan di Padang Tandus